Selasa, 17 Januari 2012

Alternatif Penanggulangan Pertentangan Sosial Kasus Mesuji Lampung


Altrnatif Penanggulangan Pertentangan Sosial kasus Mesuji Lampung

Lanjutan Dari Pembahasan integrasi dan pertentangan sosial,kali ini saya akan membahas bagaimana alternatif penanggulangan  pertentangan sosial,karna dalam kasus Mesuji lampung ini ke dua belah pihak tak ada yg mau menyelesikannya secara baik-baik,sehingga kasus ini sulit di cari jalan keluarnya.Namun sesulit apapun masalah pastilah ada jalan keluar untuk menyelesaikan masalah tersebut,baik masalah besar maupun masalah kecil.
Konflik, sengketa, pelanggaran atau pertikaian antara atau terkait dua individu atau lebih dewasa ini telah dan akan terus menjadi fenomena biasa dalam masyarakat kususnya warga Mesuji lampung. Situasi ini akan semakin merepotkan dunia hukum dan peradilan apabila semua konflik, sengketa atau pertikaian itu diproses secara hukum oleh peradilan. Dalam kaitan itu diperlukan penyelesaian sengketa alternatif  yang tidak membuat masyarakat tergantung pada dunia hukum yang terbatas kapasitasnya, namun tetap dapat menghadirkan rasa keadilan dan penyelesaian masalah. Masalah tersebut sehrusnya bias di selesaikan dengan hukum yang seadil-adilnya.
Saat membicarakan hukum dan institusi negara yang melaksanakan hukum, maka kita kerap mengaitkannya dengan wacana tentang “keadilan formal” yang dijalankan dan dihasilkan oleh hukum maupun proses hukum yang juga formal.
Namun demikian, wajah lain dari hukum dan proses hukum yang formal tadi adalah terdapatnya fakta bahwa keadilan formal, sekurang-kurangnya di Indonesia, ternyata mahal, berkepanjangan, melelahkan, tidak menyelesaikan masalah dan, yang lebih parah lagi, penuh dengan praktek korupsi, kolusi dan nepotisme. Sehingga masyarakat pun lebih suka dengan hukumnya sendiri atau main hakim sendiri.
Sehingga dalam kasus ini pun warga Mesuji enggan untuk memakai hukum formal, Dalam konteks kehadiran masyarakat yang mau untuk patuh pada hukum ataupun yang telah patuh hukum dalam suatu negara kesatuan tersebut, dilakukan guna mencapai suatu situasi “menang-menang” (win-win) antara pihak-pihak terkait, yang diperkirakan juga akan lebih menyembuhkan terkait para pihak yang terlibat (khususnya korban), serta lebih resolutif (sebagai suatu kata bentukan “re-solusi” yang dapat diartikan sebagai “tercapainya kembali solusi yang sebelumnya tidak lagi diperoleh”). Minimal, pengakhiran konflik atau sengketa bisa dilakukan tanpa ada pihak yang kehilangan
Pembahasan ini untuk selanjutnya menguraikan pertama-tama tentang mekanisme penyelesaian sengketa alternatif itu sendiri sebagai suatu kajian yang telah berkembang, dilanjutkan dengan pembahasan tentang posisinya dalam sistem hukum Indonesia dan potensi pengembangan masa depan. Dalam sub Penutup, akan diajukan sejumlah rekomendasi terkait aplikasinya di Indonesia.
Dimana lebih ditujukan pada kejahatan terhadap sesama individu/ anggota masyarakat daripada kejahatan terhadap negara, pihak-pihak yang terlibat lebih diutamakan untuk menyelesaikan masalahnya bukan semata-mata melalui penyelesaian hukum, tetapi memberikan kesempatan kepada para pihak yang terlibat untuk menentukan solusi, membangun rekonsiliasi demikian pula membangun hubungan yang baik antara korban dan pelaku. Hubungan baik ini berguna untuk, salahsatunya, menekan residivisme, Dalam hal ini, korban memainkan peran yang utama dalam proses penyelesaian masalah dan dapat mengajukan tuntutan sebagai kompensasi kepada pelaku atau pihak pt yang ingin menguasai tanah warga Mesuji, Singkatnya, untuk menekankan pendekatan yang seimbang antara kepentingan pelaku, korban kususnya warga Mesuji dimana terdapat tanggungjawab bersama antar para pihak dalam membangun kembali sistem sosial di masyarakat.


Tidak ada komentar:

Posting Komentar