Altrnatif
Penanggulangan Pertentangan Sosial kasus Mesuji Lampung
Lanjutan
Dari Pembahasan integrasi dan pertentangan sosial,kali ini saya akan membahas
bagaimana alternatif penanggulangan
pertentangan sosial,karna dalam kasus Mesuji lampung ini ke dua belah
pihak tak ada yg mau menyelesikannya secara baik-baik,sehingga kasus ini sulit
di cari jalan keluarnya.Namun sesulit apapun masalah pastilah ada jalan keluar
untuk menyelesaikan masalah tersebut,baik masalah besar maupun masalah kecil.
Konflik, sengketa, pelanggaran atau
pertikaian antara atau terkait dua individu atau lebih dewasa ini telah dan
akan terus menjadi fenomena biasa dalam masyarakat kususnya warga Mesuji lampung.
Situasi ini akan semakin merepotkan dunia hukum dan peradilan apabila semua
konflik, sengketa atau pertikaian itu diproses secara hukum oleh peradilan.
Dalam kaitan itu diperlukan penyelesaian sengketa alternatif yang tidak membuat masyarakat tergantung pada
dunia hukum yang terbatas kapasitasnya, namun tetap dapat menghadirkan rasa
keadilan dan penyelesaian masalah. Masalah tersebut sehrusnya bias di
selesaikan dengan hukum yang seadil-adilnya.
Saat membicarakan hukum dan institusi negara yang
melaksanakan hukum, maka kita kerap mengaitkannya dengan wacana tentang
“keadilan formal” yang dijalankan dan dihasilkan oleh hukum maupun proses hukum
yang juga formal.
Namun demikian, wajah lain dari hukum dan proses hukum yang
formal tadi adalah terdapatnya fakta bahwa keadilan formal, sekurang-kurangnya
di Indonesia, ternyata mahal, berkepanjangan, melelahkan, tidak menyelesaikan
masalah dan, yang lebih parah lagi, penuh dengan praktek korupsi, kolusi dan
nepotisme. Sehingga masyarakat pun lebih suka dengan hukumnya sendiri atau main
hakim sendiri.
Sehingga dalam kasus ini pun warga Mesuji enggan untuk
memakai hukum formal, Dalam konteks kehadiran masyarakat yang mau untuk patuh
pada hukum ataupun yang telah patuh hukum dalam suatu negara kesatuan tersebut,
dilakukan guna mencapai suatu situasi “menang-menang” (win-win) antara pihak-pihak terkait, yang diperkirakan juga akan
lebih menyembuhkan terkait para pihak yang terlibat (khususnya korban), serta
lebih resolutif (sebagai suatu kata bentukan “re-solusi” yang dapat diartikan
sebagai “tercapainya kembali solusi yang sebelumnya tidak lagi diperoleh”).
Minimal, pengakhiran konflik atau sengketa bisa dilakukan tanpa ada pihak yang
kehilangan
Pembahasan ini untuk selanjutnya menguraikan pertama-tama
tentang mekanisme penyelesaian sengketa alternatif itu sendiri sebagai suatu
kajian yang telah berkembang, dilanjutkan dengan pembahasan tentang posisinya
dalam sistem hukum Indonesia dan potensi pengembangan masa depan. Dalam sub
Penutup, akan diajukan sejumlah rekomendasi terkait aplikasinya di Indonesia.
Dimana lebih ditujukan pada kejahatan terhadap sesama
individu/ anggota masyarakat daripada kejahatan terhadap negara, pihak-pihak
yang terlibat lebih diutamakan untuk menyelesaikan masalahnya bukan semata-mata
melalui penyelesaian hukum, tetapi memberikan kesempatan kepada para pihak yang
terlibat untuk menentukan solusi, membangun rekonsiliasi demikian pula
membangun hubungan yang baik antara korban dan pelaku. Hubungan baik ini
berguna untuk, salahsatunya, menekan residivisme, Dalam hal ini, korban
memainkan peran yang utama dalam proses penyelesaian masalah dan dapat
mengajukan tuntutan sebagai kompensasi kepada pelaku atau pihak pt yang ingin
menguasai tanah warga Mesuji, Singkatnya, untuk menekankan pendekatan yang
seimbang antara kepentingan pelaku, korban kususnya warga Mesuji dimana
terdapat tanggungjawab bersama antar para pihak dalam membangun kembali sistem
sosial di masyarakat.
www.google.com
Tidak ada komentar:
Posting Komentar